Jumat, 17 Maret 2017

Syahrul Yasin Limpo, Bukan Manusia Standar


BUKAN MANUSIA STANDAR. Nama Syahrul Yasin Limpo memang belum selevel dengan para pahlawan nasional dan tokoh nasional asal Sulawesi Selatan, tetapi namanya cukup menggaung pada level nasional dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Sulsel, sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), serta sebagai mantan calon Ketua Umum DPP Partai Golkar. 


-------------


Syahrul Yasin Limpo, Bukan Manusia Standar


Nama Syahrul Yasin Limpo memang belum selevel dengan para pahlawan nasional dan tokoh nasional asal Sulawesi Selatan, tetapi namanya cukup menggaung pada level nasional dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Sulsel, sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), serta sebagai mantan calon Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Prestasi yang dicapai pun sudah tidak terhitung lagi, baik dalam kapasitasnya sebagai pimpinan organisasi (AMPI Sulsel, FKPPI Sulsel, Kosgoro Sulsel, Pramuka Sulsel, Partai Golkar Sulsel, dll), maupun dalam kapasitasnya sebagai Bupati Gowa dua periode dan Gubernur Sulsel dua periode), serta berbagai kapasitas lainnya.
Dengan berbagai prestasi yang telah diukirnya di birokrasi dan di organisasi, maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Syahrul Yasin Limpo bukanlah manusia standar. Dia berada di atas standar atau di atas rata-rata orang Sulawesi Selatan pada umumnya dalam bidang yang digelutinya.
Dalam berbagai kesempatan, Syahrul menggambarkan dirinya sebagai orang yang mementingkan disain (by design) dan perencanaan (planning). Syahrul tidak suka mengikuti air yang mengalir dan sangat menghindari kecelakaan, termasuk kecelakaan politik.
Ia bahkan selalu membuat beberapa perencanaan untuk setiap tujuan yang ingin dicapai. Jika rencana A gagal, maka Syahrul sudah siap dengan rencana B, dan seterusnya. Mungkin itulah yang membuat kariernya terus menanjak, baik di pemerintahan maupun di berbagai organisasi.
Bagaimana dengan kegagalannya merebut kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar (kalah dari Setya Novanto) dan juga pergantian dirinya sebagai Ketua Umum DPD I Partai Golkar tanpa melalui musyawarah? Apakah itu masuk kategori kecelakaan politik?
Pasti ada yang menilai kedua hal itu sebagai kecelakaan politik, tetapi bukan Syahrul Yasin Limpo namanya kalau ia tidak punya “Perencanaan B” dan seterusnya. Ia sama sekali tidak terjatuh.
Syahrul tetap berdiri tegak karena telah memberi warna tersendiri pada Munaslub Partai Golkar tahun 2016, antara lain sebagai “pemain daerah yang berani bertarung melawan pemain nasional”, serta lolos sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar meskipun tidak membayar iuran Munaslub sebesar Rp1 miliar yang dipatok panitia pemilihan.
Rekrutmen kepemimpinan, katanya, haruslah berdasarkan ketulusan dan integritas, bukan dengan dengan syarat harus menyetor uang dalam jumlah tertentu atau harus memiliki banyak uang.
“Kalau begitu (kalau harus membayar dan harus banyak uang, pen), integritasnya turun. Saya mending tidak maju,” kata Syahrul ketika itu.
Keberaniannya bertarung sebagai calon Ketua Umum pada Munaslub DPP Partai Golkar, menunjukkan bahwa di dalam dirinya mengalir darah pejuang dari kedua orangtuanya, almarhum Kolonel HM Yasin Limpo (1924-2009, pejuang kemerdekaan dan tokoh Sulsel) dan Nurhayati Yasin Limpo (politisi, pejuang kemerdekaan, tokoh wanita).
Dengan “Perencanaan B” dan seterusnya yang telah dibuatnya, boleh jadi Syahrul masih akan melangkah ke panggung lebih tinggi, dari panggung provinsi ke panggung nasional. Boleh jadi ia akan terpilih menjadi pejabat setingkat menteri, bahkan tidak menutup kemungkinan dirinya akan terpilih memimpin sebuah partai politik besar di tingkat nasional, karena Syahrul adalah orang yang mementingkan disain (by design) dan perencanaan (planning).
Selamat ulang tahun ke-62 (16 Maret 1955-16 Maret 2017) Pak Syahrul! Semoga masih diberi umur panjang untuk berbuat lebih banyak bagi daerah, bangsa, dan negara. (Asnawin Aminuddin / Wartawan Pedoman Karya)

Tidak ada komentar: